Home » » Pasar Tradisional, Nasibmu

Pasar Tradisional, Nasibmu

Malam itu, entah apa penyebabnya yang membuat saya putuskan pergi ke kost teman. Sesampainya, saya dapatkan sedang asik bermain game, sambil mengisap sebatang rokok. Langsung saja saya berujar “Rokok mana?” “Di atas monitor,” jawabnya, masih asik dengan permainan gamenya. Tanpa basa-basi lagi, kuambil sebatang rokok, dan langsung kunyalakan.

Makian terkadang terdengar darinya, sambil asik tangan menggerakan sedikit mous agar bola yang keluar dari mulat si katak tepat pada sasaranya, nama permainan adalah Zuma, jadi bagi orang yang pernah memainkannya, tentu mengetahui jenis permainan tersebut.

Di sampingnya telah terdapat secangkir kopi hitam yang cukup kental, dan kusambar kopi tersebut untuk kuseruput cairan hitam, sambil menggoda konsentrasinya, “Ke depannyu, natap langit.” “Tawaran yang menarik,” jawabnya. “Ayu.” “Entar dulu.” Sambil tetap asik dengan permainannya.

Setelah beberapa lama akhirnya, ia pun menyelesaikan permainana tersebut. Lalu menyusul saya yang lebih dahulu ke luar kost berukuran kurang lebih 3x4M. “Di sini, jangan keras-keras, engga enak ama tetangga.” “Aku pun memelankan kata-kataku.” “Jalan ajayu, siapa tahu dapat memberikan pencerahan, atas kepusingan yang sedang dihadapi. “Ke mana?” tanyaku. “Terserah.”

Akhirnya kami pun putuskan untuk benar-benar meninggalkan kost tersebut dengan mengendarai sepeda motor. Tanpa tujuan yang jelas dan tanpa sadar kami memasuki kawasan pasar Ciputat. Sebuah pasar Tradisional yang hingga kini masih tetap ada. Kendaran kami terus melaju hingga melewati sebuah pasar swalayan yang bernama Rama Yana, dan tak jauh darinya terdapat jelah celah yang dapat digunakan untuk memutar balik. Langsung saja saya putar balik, lalu berujar “Nongkrong di mana?” dan sekali lagi dia hanya menjawab terserah, jawaban yang begitu pasrah.

Di sampingku jalan terdapat orang-orang yang telah sibuk menjajakan sayuran, daging, dan segala macam yang dapat dijual. Dari jajakan sayuran tersebut terkadang hampir memakan ruas jalan raya yang nampak kotor, meskipun tanpa hujan. Dan terkadang jugan membuat jadi kambing hitam jika terjadi kemacetan.

Setibanya disana, waktu telah menunjukan pukul 01.00 WIB, yang secara tiba-tiba terbesit dari jam berapa mereka berkerja, dari keluar rumahnya, lalu membeli sayuran kepada para petani. Apakah yang demikian dapat bisa dikatakan orang malas?

Pikiran ini, masih tetap melanyang dan mengingatkanku pada sebuah pasar swalan yang saya lintasi barusan. Bukankah sayuran tersebut juga telah terdapat di pasar swalayan? Dan jika para pembeli lebih asik membeli di pasar swalayan tersebut, lalu bagaimana dengan nasib para penjual ini?
Pikiranku terus saja menerawang entah kemana saja, belum lagi mendengar kabar pasar tradisional yang terbakar, lalu dibuat pasar yang lebih modern, sebuah pasar yang katanya lebih menertibkan para penjual sebelumnya. Entah benar, atau salah?

Namun, yang saya ketahui bahwa pasar swalayan telah merambat begitu pesat. Banyak pusat perbelanjaan yang berdiri di sekita pasar tradisional, seperti hanya Rama Yana yang terdapat di daerah pasar ciputat.

Pikiran saya pun masih terlalu sibuk membentuk opini-opini dan secara tidak sengaja membandingkan antarnya. Benarkah pasar tradisional lebih jorok dibandingkan dengan pasar swalayan, sehingga membuat para pembeli berlari ke pasar swalayan, memang belum lama ini, terdengar kabar bahwa tentang daging busuk yang dijual pedagang yang menjual di pasar tradisional, tapi dari mana daging yang terdapat di pasar swalayan tersebut? Apakah memang benar bahwa pasar swalayan memang benar bersih selain hanya tempatnya.

Ini hanya sebuah pasar, lalu bagaimana dengan warung-warung kecil atau biasanya disebut dengan klontong yang bersaing bukan hanya dengan sesamanya, melainkan dengan mini market. Mini market yang sekarang marak bernama Indo Maret, Alfa Mart, dan yang lain, keberadaan mereka tentunya hanya menambahkan daftar untuk persaingan bagi para klontong.

Dengan cukup modal keberadaan mini market yang merambat begitu cepatnya, terkadang persaingan yang terjadi antar Indo Maret dengan Alfa Mart menambah kebingungan para pembeli. Dan tak tanggung-tanggung tentang keberadaannya mereka, sehingga tak peduli lagi di samping mereka terdapat klontong atau pun tidak.

Lalu mungkinkah, pasar tradisionl, maupun warung klontong dapat bertahan? Ah, mungkin ini, yang dimanakan pasar bebas, mereka bebas bersaing. Dan pada akhirnya hanya membuat orang-orang yang kurang mampu tak dapat bersaing, namun alangkah baiknya jika pemerintah dapat berperan aktiv dalam mengatur keberadaan itu semua, jangan sampai pasar tradisional, warung klontong lenyap begitu saja. Sebab tak ada lagi pembeli. Dan hanya menanbah tingkat pengaguran.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

2 komentar:

  1. salam kenal mas.
    walaupun demikian, pasar tradisional jg masih banyak penggemarnya mas..
    Andaikan penataan lebih rapi dan bersih, sebenarnya lebih enak belanja di pasar tradisional, semua ada dan harga terjangkau utk semua kalangan.

    BalasHapus
  2. salam juga, itu dia salah satu masalahnya, emba.
    terimakasih atas kunjungannya

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. vepiTouring... - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger