Home » » Hening juga Teriakan

Hening juga Teriakan

Alunan nada yang keluar dari senar dipetik mulai terdengar, berirangan dengan ucapan sepatah kata sebagai salam pemukaan. Selepasnya mukanya mulai menampakan wajah serius untuk mendengarkan nada-nada yang keluar.

Sedangkan aku mulai menarik nafas sampai semua udara mengisi rongga dada, lalu perlahan melepaskannya berserta kata-kata yang kulontarkan. Kata-kata yang terlontar beringan dengan petikan gitar.

“aku berteriak
Hanya terdengar
Lalu terhempas dinding bisu
Segitiga hitam yang berserakan

Lagi, aku berteriak
Urat nadiku membesar
Menggurat kening berkeringat
Polesan-polesan dinding enggan retak

Dulu, anda yang berbicara rasa
Lalu aku merasa, tanpa berbicara
Rupanya rasa berbeda

Berkali-kali teriakan ku terdengar
Akhirnya hening pun teriakkan”

Corentan-corentan yang aku bacakan hasil obrolan kecil kami. Kala itu, jarum jam sudah menunjukan sekitar angka 01.00, sabtu dini hari. Coretan itu hadir mengalir begitu saja, diantara kami hanya menulis apa yang ada dalam benak kami.

Diantara kami cuma mencoba saling menambal, terkadang ada kata-kata yang tiba-tiba muncul dan terasa enggan untuk mengapusnya, walau memang terasa tak menyambung sama sekali.

Matahari telah memancarkan waran kuning keemasan, kendaraan itu terus melaju, sesekali sang supir memberhentikan laju kala ada yang memberhentikannya. Dan kala kondektur meneriakan kata-kata yang tak begitu jelas, dan dijawab dengan mempercepat atau pun memeperlambat laju kendaraan.

Para pengisi kendaraan yang biasa disapa lebih akrab penumpang ada yang asik mendengar musik, HP, ngobrol duduk berdua, beberapa orang nampak gelisah dengan melihat jam yang ada ditangannya, melamun.

Rendi acuh dengan apa saja yang dilakukan oleh sekitarnya, ia asik dengan jemarinya yang memainkan kunci dan memitiknya, seusai aku menyeleseikan membaca coretan di selembar kertas, berupa hasil obaralan kami yang kamu tulis. Lalu dengan segera ia akan melanjutkan dengan suara yang berbeda, dengan kata-kata yang masih sama.

Saat kendaraan melewati perampatan Grogol, dari arah Roxi kendaraan itu lurus dan saat samping moll CL hampir seluruh penumpang turun, begitu pula dengan kami. Sejenak kami hanya terdiam lalu dan tiba-tiba kami tertawa.

Apakah benar apa yang telah terjadi, media genjar berkoar pada akhirnya redup lalu hilang. Kritikus pun ikut-ikutan dengan nongol di TV hampir tiap malam, yang pada akhirnya seperti lawakan yang akan disambut dengan tepuk tangan dan tawaan. Tak hanya itu bentuk protes yang dilakukan melalui jalanan dan lenyap.

Kala semua itu terjadi, apakah pada akhirnya hening merupakan teriakan. Dan aku pun masih belum mengerti teriakan itu benar-benar terdengar. Semua orang berteriak, mereka berteriak namun, siapakah yang akan mendengar lalu lenyap dan hening.

Kosan, 27/01
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

3 komentar:

  1. Enakan muka atau wajah???

    Tiba2 di paragraf yg ada nama Rendi langsung dimunculkan, siapa dy? keenapa tdk diberitahu teman satu kosan saya atau sahabat saya, baru nama Rendi. mungkin seperti itu bung...

    BalasHapus
  2. tak kepikiran sejauh itu, untuk kata Rendi. biarlah menjadi bahan pertanyaan lebih jauh. he..h.... terimakasih atas masukannya. enakan wajah, cuma biar ada ras kekesalan dalam penyampaiannya.

    BalasHapus
  3. masalahnya Anda memunculkannya kata muka bung bukan wajahhh...
    jika ada yg mengetahui Rendi, jika tidak? tentu mereka akan bertanya2 siapakah Rendi? mengapa ia hadir dlm konstruksi teks yg anda tulis bung.
    BUkankah dlm tulisan itu harus detil?? heee...
    kan "pengarang telah mati" bung... ahahaaa...

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. vepiTouring... - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger