Home » » “GilaaaaaaaaaaaaA”

“GilaaaaaaaaaaaaA”

Aspal yang memantulkan cahaya menambahkan suasana bertambah panas, suara kendaraan yang berlalu lalang saling menimpali klakson. Tiba-tiba “ TIIIIIIN” suara yang ke luar dari sepeda motor tepat di belakang tubuhku. Dengan pakaian serba hitam dan penutup kepala yang berwarna hitam pula.

“Sialan” lontaranku yang membuatku terpaksa semakin ke tepi karena hampir seluruh wilayah jalanku termakan olehnya. Mataku terus menatap rombongan motor yang melintas di hadapanku. Tersenyum terasa enggan, apalagi ucapan minta maaf atau makasih karena aku secara terpaksa memberikan jalanku padanya.

Sorot matahari langsung masuk ubun-ubun yang tanpa penghalang membuat keringat terus menetes, tenggorakan yang semakin kering. Lirikan mataku kanan-kira mencari perlindungan entah itu daun atau apa, yang ada hanya penghalang dari muntahan matahari. Mungkin memang sudah tak nyaman untuk pejalan kaki, dari harus berbagi jalan, pohon yang menjadi pelindung. “ah, lebih baik aku mempercepat langkahku.

Ih……………, wuh……………, asik………….., dan teriakan yang tak jelas, terikan yang saling bertumpang tindih beradu dengan klason membuat suasana bertambah runyam. Mukaku menoleh kanan sambil melangkah perlahan, dan saat setengah ruas jalan aku menoleh ke kiri dengan langkah perlahan. Lalu langkahku kubelokan sebelah kiri pertigaan.

Beberapa langkah dari pertigaan tubuhku mulai mengularkan bunyi dag, dig, dug, kaki terasa gemetar, tatapan tanjam menatapku.

Entah dari mana datangnya seorang laki-laki dengan tubuh agak membungkuk, perawakannya kurus, rambunya dibiarkan terurai, uraian rambut yang hampir sepunggung tercium bau yang begitu menyengat. Tangannya menenteng bungkusan plastik berwarna hitam. Matanya masih terus menatapku sehingga aku mulai menundukan kepala.

“ha….ha………ha………….”saura yang keluar dari mulut yang sekeliling tumbuh bulu-bulu hitam, makin lama suarnya makin keras. Entah apa yang ada dipikiranya, aku mulai dengan sejuta pertanyaan yang menyerang dan sekilat menuntut untuk segera meminta jawaban yang tak pasti. Ingin rasanya membalikan tubuhku dan berlari dengan sekencang-kencangnya.

Tubuhku semakin sukar untuk berbalik, belum sempat membalik jarakku semakin dekat, “apa yang membuatku semakin melangkah ke depan”? pertanyaan yang tak kukuasai, jarak pun semakin dekat.

Teriakan mereka yang menatapnya semakin menjadi-jadi, dan setiap orang yang melihatnya akan menjerit, walau sambil berlari, dan ada juga yang menutup mata dengan telapak tangan sambil mengintip dari celah-celah jemari.

Orang itu hanya tertawa, seakan menjadi asik dengan teriakan mereka. Terutama saat mereka menatap anggota tubuhnya, dan saat mereka menatap matanya, maka matanya akan menatap tajam, lalu ia akan tersenyum dan berlanjut denga gelak tawa, sejenak diam lalu berteriak “kenapa”?

Gelegar tawa yang beradu dengan sedan, motor, bus kota, bajai, dan semua pengguna jalan raya. Kakinya terus melangkah. Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit, ban yang dipaksa berhenti, diikuti truk yang berada tepat dibelkangnya diikuti dengan Metro Mini, KOPAJA, dan hampir saja sedan yang berwarna perak tertubruk dengan Truk, dan Truk oleh Metro Mini dan seturusnya hingga membentuk barisan tabrakan. Dengan klason dan makian “gila”.

Tubuhku semakin gemetar, langkahku terasa berat, pria itu semakin mendekat, tenggorokan bertambah kering, mulut begitu sulit berteriak. Laki-laki terus mendekat dengan tawa yang bertambah keras, apa yang harus kulakukan?

Orang-orang yang berada di seberang jalan meneriakan sesuatu kepadaku, tak begitu jelas apa yang mereka teriakan. Hanya bahasa isyarat yang digerakan oleh tangan, seperti isyarat untuk lari. Sorotan matanya semakin tajam, seoalah hendak menerka tubuhku yang gemetar, tawanya semakin keras. Jantungku kian berdetak keras.

Saat tepat di sampingku, meneleh lalu berbisik dengan lembut “lihatlah mereka yang menatapku atau pun yang berlalu lalang sesekali membunyikan klakson dan beradu klakson, seolah setiap detik begitu berharga.

Apakah tubuhku yang tak menggunakan pakaian ini memang layak untuk ditonton. Sedangkan mereka, tubuh yang dibalut pakaian berharap untuk dipandang, namun sayang terlalu banyak sehingga orang merasa enggan untuk memandang. Atau biar mereka merasa lebih tinggi, dan semua terasa benar-benar munafik.

Lantas siapa yang “Gilaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” teriakan yang hendak memecahkan suara hening. Mulutnya keluar suara “Haaaaa. Haaaaaaaaaaaaa. Haaaaaaaa, aku tertawa untuk mereka, sedangkan mereka untuk aku, kita impas”. Berlanjut dengan tawa kembali.

Aku membalikan badan, saat tubuhnya tepat dibelakangku. Ia pun menoleh sambil tesenyum lalu dilanjutkan dengan suaranya yang telah khas dengan nya. Tubuhnya yang tak terbalu oleh sehelai benang pun, memberi tanda tanya?

(Sekret, 18/10)
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. vepiTouring... - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger